Dengan keringat perlawanan, kau buru syafaat di garis cakrawala
Menggenggam dan menggenggam harapan yang hampa dan kerdil di telapak tanganmu
Dengan memaknai kumandang tangisan sepi di lautan waktu yang dingin dan beku
Hingga aku pun mengikutimu
Sebab; katamu sehabis ini kita bukan lagi siapa siapa...
Kehidupan adalah jurang perbedaan
Yang engkau lambangkan dengan pagi dan sore, yang setiap detiknya adalah pertaruhan yang mengucurkan darah sukma
Mengejar ngejar harapan yang kau anggap mimpi
Dan itu membuatku selalu termangu serta merasa dungu berada di sampingmu...
Engkau yang menyimpan luka batinmu di angkasa jauh, yang menaruh tangis jiwamu di samudera lepas
Dengan segenap topeng yang menyamarkan kekal derita dalam fana hidupmu
Apa yang lebih keras dari pada itu....?
Jangan katakan engkau bahagia, teman!!!
Aku tahu...
Kebahagiaan bagimu adalah perlawanan dengan mengucurkan darah darah kematian yang rakus
Sebab; katamu, sesudah ini kita tak kan ingat apa apa lagi...
**** Ko-Ja City****
( Gubuk Perenungan )
Aku adalah nisbi, setitik pasir di lautan luas sang waktu, atau setetes embun yang beku di gelap malam yang gulita. Aku adalah pemimpi, yang terlelap dalam ilusi semu yang naif, yang mengurungku dalam pertanyaan-pertanyaan menipu yang dramatis dan lugu. Aku adalah petualang yang menempuh perjalanan panjang tanpa henti, yang sepi dan tersendiri. Sesungguhnya aku bukanlah aku, melainkan sang pencari yang tabah, yang sabar dan terlelap dalam rindu. (Gubuk Perenungan, 05 Februari 2000)