Translate

Senin, 05 Oktober 2009

Catatan Harian Sang Pertapa

Episode-IX ( Penutup )

" I'M BACK HOME "


15 hari dirumah.
Dini hari...
Ini rumahku, banyak hal yang berubah, ini murni tentang perasaanku sendiri, ada kelegaan setelah sebagian beban tertumpah disana.
Tapi, ini kehidupan nyata, bukan mimpi, adakah ini akan berarti nantinya...?

Malam makin merapatkan dingin keseluruh pori-pori, dan, dinginnya ini mengantarku untuk mengingat suasana yang kita rasakan dahulu (kala dingin malam mengurung kita dipondok itu).
Kenangan demi kenangan melintas kembali dalam pikiranku, menjelma menjadi pertanyaan-pertanyaan yang tak mampu kujawab.
Dimana kamu kini...?
Sekarang sedang apa...?
Dan, masihkah membekas dalam ingatanmu, padaku, pada sebuah tempat ditengah hutan, yang dulu pernah engkau katakan akan selalu merinduinya...?

Hmmm, kuharap masih...
Karena aku selalu mengingatnya, juga merindui saat-saat itu tentunya, pada hari-hari yang kita lewati bersama...
Engkau tahu...?
Aku akan menunggumu disini,berharap suatu waktu engkau kembali ( Sebagaimana do'amu dulu ).

Ah, malam kian larut menua, rasa kantuk pun mulai menyerang mataku.
Aku harus segera tidur, sayang!!!....
Semoga mimpi membawaku kepadamu malam ini.
" Selamat malam...."
Rasanya aku telah menjadi pribadi yang berbeda kini, insya Allah...

Minggu, 20 September 2009

Catatan Harian Sang Pertapa

Episode-VIII

" HARI TERAKHIRKU "


30 hari tanpamu.
Apa yang paling berarti dari semua ini, dari hari-hari yang kuhabiskan disini...?
Saat-saat indah ketika bersamamu, atau bangkitnya kesadaran akan hakikat kehambaanku dihadapanNya (termasuk tentang takdirNya) yang kini menyelinap dalam pikiranku...?

Sejuta kenangan pernah tercatat disini, tertuang direrumputan, pada hutan perdu (yang tumbuh disekeliling pondok), pada sungai yang mengalir jernih dibawah sana, dan pada semua yang ada disini...

Mengingatmu...
Memaksaku menggiring pikiran kesebulan yang lalu, saat kuharus melepas kepergianmu.
Ah, ada semacam kerinduan yang terus menggelora, mengakar dalam setiap helaan napasku, merongrong disetiap denyut nadiku, dan (rasanya) tak mungkin akan hilang begitu saja...

Cinta ini...
Harapan ini,
atau
kecemasan...
Ah...
Itu menyiksaku kini...

Aku tak tahu, seberapa besarnya kerinduanku kepada tempat ini nantinya, tapi yang pasti, aku harus pergi sekarang, sebelum senja kian mendekat....
" Goodbye..."

(Gubuk Perenungan)

**
Tentang hari terakhirku digubuk perenungan...

Selasa, 25 Agustus 2009

Catatan Harian Sang Pertapa

Episode-VII

" SUBUH TERAKHIR "


Hari ke 61 bersamamu.
Setelah hari ini, aku tak tahu apakah kita masih bisa ketemu, tapi percayalah, aku pasti akan terus merindukan suasana disini, sunyinya mendamaikan katamu.
Terutama mengenang saat-saat bersamamu, menikmati kelembutan lewat semerbak wangi aroma kembang hutan seperti pagi ini...

Hari ini tepat lima bulan aku menyendiri disini, itu berarti sebulan setelah kamu pergi, aku juga akan pulang kekehidupan nyata, kita pasti akan sama-sama merindui tempat ini nantinya bisikku. Kamu tersenyum manis kala itu (mungkinkah akan menjadi senyum terakhir yang dapat kulihat dari raut wajahmu...?)

Subuh baru saja bergeliat bersama sang fajar yang berkelindan di ufuk cakrawala, dinginnya dihangatkan oleh secangkir teh yang engkau suguhkan disela gelora dzikir yang merasuk dalam renunganku. Cuma sekedar untuk menemanimu bertegur sapa dengan Tuhan katamu.

Hakikat pertemuan itu adalah perpisahan, tinggal cepat atau lambatnya saja yang jadi pembeda. Demikian juga kita, meski kita tak menginginkannya, tapi kita tak bisa mengelak takdir bukan...!!!?
Aku harus pergi, tugasku disini telah usai, dan sebagai seorang mahasiswi, tugas lain telah menantiku dikampus.
Aku berharap Tuhan mempertemukan kita dilain waktu, karena sebagian dari hatiku telah kutitipkan disini katamu, sembari menyeka air yang mulai merembes dikedua belah kelopak matamu.
Dan, aku percaya itu...

Batinku miris pagi ini, seiring kekosongan yang membungkam lidahku tiba-tiba.
Jangan lupa telpon aku, bye bye teriakmu sambil melambaikan tangan sebelum pintu bis tertutup dan menjauh di ujung lembah...
Ada yang hilang kini....

( Gubuk Perenungan )

Rabu, 08 Juli 2009

Catatan Harian Sang Pertapa

Episode-VI

" BERSAMAMU "

Hari ke 30 bersamamu.
Aku salah tentang ucapanku tempo hari, ternyata dua bulan adalah waktu yang teramat singkat disini lirihmu siang itu, saat kita menikmati gemerisik sungai dikaki bukit belakang pondok, sembari merendamkan kaki untuk menggoda ikan yang berenang kesana kemari pada kesejukan airnya.

Tempat ini terlalu indah untuk dilupakan, aku benar-benar jatuh cinta, pada alamnya, pada hutannya yang asri, pada sungainya yang bening dan menyejukan, padamu yang sahaja, dan pada semua yang ada disini, yang tak mungkin akan dapat kujumpai ditempat lain katamu....

Tentang penderitaanmu yang pernah kamu ceritakan padaku, sekarang aku mengerti mengapa engkau memilih menumpahkannya disini, karena ditempat ini semua beban akan menguap begitu saja, dan aku hanya tersenyum menanggapi celotehmu tentangku, tentang semua yang engkau lihat disini....

Sudah waktunya sholat dzuhur, mari kita pulang bisikmu sambil melirik pondok dipuncak bukit.
Ah kamu bisikku, aku menjadi takut pada waktu yang akan memisahkan kita nantinya rintihku hanya didalam hati...

( Gubuk Perenungan )

Rabu, 17 Juni 2009

Catatan Harian Sang Pertapa

Episode-V

" SENJA PERTAMA "

Hari ke 1 bersamamu.
Aku membisu, menyepakati beku yang merasuki senja hari.
Cericit serindit yang pulang kesarang mengiringi irama semilir angin memecah sunyi, memenjara pikiranku pada seraut wajah cantik yang kini ada dihadapanku, itu kamu, yang menjadi tamu dipondokku.

Malam kian mendekat, mentari menaburkan rona merah jingga menyambut awal kehadiranmu.
Disini sangat sepi, pasti akan menjadi dua bulan yang teramat panjang dan membosankan, aku takkan tahan keluhmu sombong ( ciri khas mahasiswa kota ketika PKL atau KUKERTA kedaerah kami ).

Tentang kesombonganmu, aku tak bisa apa-apa. yang kutahu, aku hidup dalam damai. Kecuali ada seseorang yang mencoba mengusik atau merendahkan cara hidup dan cara pandangku terhadap kehidupan.
Senja kian buram, kegelapan menyapa hutan perdu yang tumbuh diluar sana.

Aku tahu, kamu pasti merasa aneh tentangku yang memilih menyendiri dihutan ini, dengan meninggalkan semua yang kumiliki.
Tapi, aku merasa damai disini, ditempat ini aku bebas merenungi diri, menyusuri lika-liku masa lalu untuk memilah hikmah serta mensyukuri anugrahNya.

Akh!...
Kuharap orkestra jangkrik hutan dapat meninabobokan, mengantar tidur disetiap malammu selama disini.

( Gubuk Perenungan )

Jumat, 01 Mei 2009

Catatan Harian Sang Pertapa

Episode-IV


" DO'A "


Tuhan, dengar aku didalam do'a-do'aku, dari semua hidupku, yang kutahu hanyalah kerinduan dan pengabdianku yang utuh kepadaMu.
Tentang pengabdian dan kerinduan itu, aku tidak pernah menuntut apa-apa atasnya....

Sebab, demikianlah aku yang terlahir di atas segumpal harapan, kemudian mencoba memahami kekerdilan hakikat keinsananku dihadapanMu. Yang meski aku berulangkali mencoba berpaling, melarikan diri dari takdirku, tapi apa yang ku dapat...? Selain dari kekecewaan dan keputus asaan yang akhirnya mengantarkanku pada sebuah ketakutan yang tak terelakkan.

Maka....
Hari ini aku berlutut dihadapanMu, menundukkan kepala memohon ampunan dan sedikit keridhoanMu atas jalan yang seharusnya kutempuh, jalan yang kuharapkan dapat membawaku kembali kedalam pancaran cahayaMu yang Maha Agung....

Kamis, 23 April 2009

Catatan Harian Sang Pertapa

Episode-III

" DIALOG "


" Aku letih, peperangan batin yang tak kenal henti hanya mengantarkanku pada kekalahan demi kekalahan yang menyakitkan.
Kau tahu, nasibku tidaklah beruntung..." lirihku pada kabut suatu pagi saat embun masih memijarkan cahaya mentari dan membisikkan semilir merdu kepada angin.

" Hidup adalah ladang misteri, penuh cobaan, kau pun tahu itu..." jawabnya.
" Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. (QS. Al-Anbiya: 35).
Camkanlah ayat tersebut olehmu saudaraku, tidaklah sepatutnya engkau mengeluh..." sambungnya kemudian.

Aku menunduk, menekuri tanah, mengais makna darinya.
" Tapi mereka tak pernah pedulikan aku, mereka tak mau mengerti..." jawabku antara lelah dan putus asa.
" Kau picik..." ia berteriak marah.
"Kau tak berhak menyalahkan mereka, bukankah kau sendiri yang menutup diri...? menjadikan sunyi sebagai tempat pelarianmu..." katanya lagi.

" Dan ini tak mengubah apapun kan...!? Aku terlalu jauh tertinggal..." rintihku pelan.
"Jangan naif..." balasnya, kali ini suaranya kembali lembut.
"Ini masih terlalu pagi untuk dikatakan terlambat..." sambungnya beberapa saat kemudian.

Dipuncak bukit kulihat kabut kian menipis, matahari meninggalkan jejak panas berdebu.
"Semoga..." teriakku.
Kemudian kabut menghilang, matahari telah di ubun-ubun.
"Kau benar..." bisikku.

Sabtu, 28 Februari 2009

Catatan Harian Sang Pertapa

Episode-II

" MALAM JAHANAM "

Dan, aku terdiam saat jiwa tercambuk, luka mendera.
Lirih rintih sepadan isak tangisku mewarnai kelam sepanjang jalan.
"Aku benci ini, malam jahanam..." bisikku penuh dendam.

Kau tertunduk diam, bingung memahami kata demi kata cacian yang terucap dari bibirku yang memucat dan kaku.
"Kau takkan mengerti, aku lahir dari luka, hidup berkubang derita. Dan sampai hari ini tetap menderita..." bisikku lagi.

"Pergilah, sebentar lagi rembulan akan berlalu, pagi akan datang menyambutmu..." lanjutku lagi saat malam kian beranjak menua.

"Aku pamit..." katamu.
"Pergilah, dunia kita memang beda, disini bukan tempatmu..." jawabku sesaat sebelum kabut membawamu berlalu, pergi mengejar matahari.

Dan, aku kembali terdiam, mengusap luka kehidupan yang merona merah disekujur tubuhku, dan kemudian mencoba menikmatinya....

Kamis, 15 Januari 2009

Catatan Harian Sang Pertapa


Episode-I

Malam ini, tak kala gelap menanam sepi, menabur sunyi diantara deru yang menggemuruh dirongga dada, menguliti secuil asa yang tumbuh dengan susah payah dikedalaman samudra diamku, hingga akupun tergelepar tanpa daya, menangisi detik-detik yag berganti begitu cepat tanpa aku sempat berbuat apa-apa.

Ah!, sesungguhnya aku tak percaya malam ini akan mengurungku dalam lengang yang hanya ditemani jeritan jangkrik ditengah kegelapan.
Sungguh aku tak percaya sampai kenyataan itu benar-benar terhampar didepan mataku, memaksaku meyakini suatu keadaan yang sangatlah tak ingini, bahwa: aku telah gagal & terkalahkan.